Pekan
ini para pemimpin dunia bertemu untuk membicarakan bagaimana kita dapat
mengatasi krisis laut global. Pertemuan ini berlangsung di Indonesia, sebuah
negara maritim yang sangat bergantung pada laut, namun juga harus menghadapi
berbagai tantangan.
Sekitar
266 juta penduduk Indonesia hidup berdampingan di atas hamper seribu pulau.
Lebih dari setengah kebutuhan protein hewani mereka didapatkan dari ikan dan makanan laut. Bahkan, sebanyak 2,8
juta keluarga menggantungkan mata pencahariannya pada industri komoditas laut.
Kepulauan Indonesia merupakan bagian dari Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle)
yang memiliki lebih dari tiga perempat total spesies terumbu karang dunia dan
lebih dari sepertiga spesies ikan yang hidup di terumbu karang di dunia.
Indonesia juga tercatat memasok sekitar 10 persen keseluruhan komoditas laut
global. Namun, penangkapan ikan berlebih (overfishing) dan jumlah ikan yang menurun
mengancam keberlangsungan perdagangan hasil laut dan mata pencaharian penduduk
Indonesia. Menurut perkiraan, Indonesia juga merupakan kontributor sampah
plastik laut terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.
Karena
kondisi geografisnya, Indonesia telah menjadi pusat perdagangan bersejarah.
Akan tetapi, negara ini juga rentan terhadap kenaikan permukaan laut, badai
besar, gempa bumi dan tsunami. Meskipun Indonesia dikelilingi laut yang berbeda
nama, namun perairan ini membentuk satu kesatuan samudra yang membentang dan
menghubungkan satu perairan dengan perairan lain di seluruh dunia. Samudra ini
juga merupakan mesin pertumbuhan ekonomi: barang dan jasa kelautan dengan nilai
yang diperkirakan mencapai sekitar U$2,5 triliun per tahun. Jumlah tersebut
diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2030. Dengan angka ini,
laut menjadi kontributor Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar ketujuh di dunia.
Sebagai
tuan rumah konferensi Our Ocean di Bali, Indonesia telah menetapkan laut
sebagai komponen utama dalam rencana pembangunannya. Melalui doktrin poros maritime Presiden Joko
Widodo, Indonesia berupaya untuk membangun kembali budaya maritim sekaligus
meningkatkan kerja sama dengan negara-negara lain dalam menjaga dan mengelola
sumber daya laut.
Serangkaian
upaya ini dapat mendukung Ocean Action Agenda 2030, sebuah pendekatan global
yang digagas oleh World Resources Institute, dalam rangka menyelaraskan upaya
penyelamatan laut dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) menuju Ekonomi Laut
Baru (New Ocean Economy); sebuah era dimana pembangunan ekonomi berkelanjutan
dan pelestarian laut berjalan beriringan.
Tidak
perlu menunggu waktu lebih lama lagi, sekaranglah saatnya kita bergerak.
Seperti kita ketahui, industri makanan laut dunia senilai $190 miliar
bergantung pada habitat ikan yang sehat. Di sisi lain, scuba diving, pemancingan dan kegiatan
wisata lainnya juga ikut mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir.
Faktanya, kawasan mangrove adalah pabrik ikan bagi 210 juta orang yang tinggal
di sekitarnya. Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Setiap
hektarnya ini mampu mengurangi karbon lima kali lebih tinggi dari hutan tropis.
Sementara itu, terumbu karang mampu mengurangi 97 persen energi gelombang
sehingga berfungsi sebagai penghalang badai alami. Mangrove, terumbu karang dan
sumber daya alam lainnya membantu mengurangi biaya yang harus dikeluarkan dalam
upaya penyelamatan bumi sekaligus mengurangi erosi serta banjir di wilayah
pesisir.
Coba
kita lihat ikan hiu: seekor ikan hiu yang telah ditangkap memiliki nilai
sekitar $108. Padahal, bila dibiarkan hidup, seekor ikan hiu dapat menghasilkan
lebih dari $1 juta bagi perekonomian, ekosistem laut serta masyarakat yang
menggantungkan penghidupan mereka kepadanya. Bagi mereka yang menyambung hidup
dari memancing hiu, nilai $108 terdengar menggiurkan. Karena itu, untuk menjaga
kelestarian ikan hiu dan menciptakan sumber pendapatan yang lebih besar untuk
jangka waktu yang lebih panjang, dibutuhkan investasi infrastruktur dan sosialisasi
kepada masyarakat luas terkait manfaat yang dapat dihasilkan dari pelestarian
ikan hiu.
Melihat
dekatnya hubungan antara laut dan perekonomian, ditambah urgensi untuk mencapai
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan nomor 14 - “melestarikan dan memelihara
penggunaan sumber daya samudra, laut dan bahari untuk pembangunan yang
berkelanjutan” - kita membutuhkan komitmen selevel Perjanjian Paris untuk
konservasi laut. Kekuatan di tingkat yang sama dengan pembentukan Perjanjian
Paris untuk mengatasi perubahan iklim juga harus digerakkan untuk melestarikan
satu-satunya laut yang kita miliki.
Hal
ini dapat terwujud apabila para pimpinan pemerintah, bisnis, lembaga keuangan
dan masyarakat sipil dapat saling mendukung dalam rangka mempercepat aksi
penyelamatan laut. Aksi ini akan membantu mengatasi sederet isu penting terkait
laut, termasuk sampah plastik di laut, penangkapan ikan berkelanjutan,
pariwisata, perubahan iklim, wilayah laut yang dilindungi, perkapalan dan
perdagangan, pemerintahan serta lembaga kelautan di samping segudang isu
penting lainnya.
Untuk
menanggulangi isu-isu kelautan secara tepat, baru-baru ini sebuah panel diskusi
bertajuk High Level Panel for a Sustainable
Ocean Economydiselenggarakan
oleh Republik Palau dan Norwegia dan diikuti oleh 12 negara. Panel diskusi
tersebut membahas langkah-langkah penting dalam mengatasi kondisi laut yang
kritis saat ini, untuk mewujudkan kesejahteraan, ketersediaan lapangan kerja
dan ketahanan pangan yang merata – sekaligus meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat, biota laut dan laut itu sendiri. Ada banyak peluang yang dapat
dimanfaatkan, namun pada implementasinya semua kembali pada pola pikir dan
langkah yang diambil oleh masing-masing negara.
Untuk
mengatasi krisis laut, kita harus meningkatkan kesadaran bahwa produksi ekonomi
dan pelestarian ekosistem harus saling mendukung. Hal ini tentunya membutuhkan
perhatian yang lebih tinggi terhadap ekonomi laut berkelanjutan.
Saat
ini, laut menghadapi banyak masalah besar – mulai dari penangkapan ikan
berlebih, polusi, pembangunan wilayah pesisir yang tidak terkendali, punahnya
terumbu karang, hingga beberapa dampak perubahan iklim parah – semua masalah tersebut
pada dasarnya disebabkan oleh kegagalan pasar dan pemerintah. Apabila
dijalankan dengan baik, ekonomi laut berkelanjutan diharapkan dapat menciptakan
pertumbuhan dan kemakmuran bagi kelangsungan hidup manusia. Ekonomi
berkelanjutan sangat diperlukan untuk mewujudkan Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan terkait laut, sekaligus berkontribusi dalam mencapai ketujuh
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan lainnya.
Lebih
dari 3 miliar orang menggantungkan hidupnya pada laut. Sekaranglah saat yang
tepat untuk melestarikan laut demi menjaga kelangsungan hidup umat manusia dan
seluruh dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar